Walmas – Banyak yang mengira bahwa menjadi sarjana berarti harus merantau, bekerja di kota besar, dan mengejar karier sesuai gelar. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Dian Permatasari Pasae. Perempuan bungsu dari Desa Salupao, Kecamatan Lamasi Timur, Kabupaten Luwu ini justru memutuskan pulang dan menetap di kampung, sebuah keputusan yang bagi sebagian orang dianggap “tidak biasa”.
Lulus pada 2022, Dian langsung menetap di desa. “Saya sarjana, tapi saya memilih tinggal di kampung, menjaga orang tua, dan menjalankan usaha sendiri,” tulisnya dalam unggahan pada Minggu (18/5/2025).
Keputusan ini bukan tanpa tantangan. Ocehan dan cibiran kerap datang, terutama dari orang tua yang membandingkan anak-anak mereka yang “sudah merantau”. Tapi Dian punya prinsip sendiri. Baginya, gelar sarjana bukan sekadar tiket untuk pekerjaan bergengsi, melainkan bekal untuk menjadi pribadi yang bermanfaat di mana pun berada.
Kini, ia mengelola usaha kecil-kecilan yang menjual pakaian, perabot rumah tangga, hingga makanan ringan seperti roti.
Tak hanya itu, Dian juga aktif mengembangkan diri lewat program kursus menjahit yang digagas PWGT Klasis Seriti bertajuk BINTRANITA. Lewat kursus ini, Dian berhasil menjahit baju pertamanya sebuah pencapaian yang ia sebut sebagai “baju termahal” karena penuh makna perjuangan.
“Berani memilih, berani melangkah. Saya bangga berdiri di atas keputusan saya sendiri,” tutup Dian.
Kisah Dian adalah bukti bahwa sukses tak harus jauh dari rumah. Di kampung pun, perempuan bisa tetap berkarya dan berdaya.